Warisan budaya Indonesia sangat banyak karena negara Indonesia terdiri dari beberapa pulau dengan berbagai macam suku. Sehingga setiap daerah memiliki budaya yang berbeda dan memiliki bahasa daerah yang berbeda juga. Namun, dari sekian banyaknya warisan budaya yang ada, ada beberapa warisan budaya Indonesia yang menjadi sektor pariwisata Nasional dan Internasional. Diantaranya 4 warisan budaya Indonesia di bawah ini.
SEKATEN
sumber : http://mesjidgedhe.or.id/
Sekaten merupakan salah satu warisan budaya di Yogyakarta dan Surakarta yang hingga saat ini menjadi salah satu sektor pariwisata. Sekaten sendiri adalah rangkain dari beberapa prosesi kegiatan dalam memperingati Maulid Nabi Muhammad yang diadakan oleh 2 keraton di Jawa yaitu Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta. Acara sekaten ini diadakan sekali dalam setiap tahunnya tepatnya pada tanggal 5 dan berakhir pada tanggal 12 Mulud menurut penanggalan Jawa atau dilakukan pada tanggal 5-12 Rabiul Awal.
Dalam acara Sekaten didalamnya ada prosesi yang sakral dengan memainkan gamelan pusaka yang dimainkan di halaman Masjid Agung Keraton. Dalam prosesi ini juga dibacakan tentang riwayat hidup Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Kemudian di dalam acara Sekaten ini juga ada serangkaian pengajuian yang berlangsung di serambi Masjid Agung Keraton. Hingga rangkaian acara puncaknya adalah adanya prosesi acara Grebeg Maulud yaitu gunungan yang diperebutkan oleh masyarakat sebagai bentuk rasa syukur pihak Keraton. Tidak berhenti pada acara Grebeg Maulud saja, tetapi di alun-alun dekat Keraton juga diadakan perayaan yang berupa pasar malam. Pasar malam ini berlangsung cukup lama yaitu selama 40 hari sejak awal bulan safar.
Sejarah Sekaten
Sekaten merupakan sebuah kata yang di ambil dari bahasa Arab yaitu syahadatain. Syahadatain merupakan dua persaksian yang harus diucapkan bagi seseorang yang ingin memeluk agama Islam. Persaksian pertama adalah menyatakan tiada sesembahan selain Allah SWT, dan persaksian kedua adalah Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah SWT.
Awal mulanya perayaan Sekaten ini dilakukan di masa kerajaan Islam di Tanah Jawa saat masih berkuasa, Kerajaan Islam tersebut adalah Kesultanan Demak. Perayaan Sekaten ini merupakan salah satu syiar untuk dakwah agama Islam di masa itu. Pada masa itu orang Jawa menyukai musik gamelan maka pada momen peringatan hari lahirnya Nabi Muhammad SAW, Kerajaan Demak membuat perayaan ini di halaman Masjid Agung Demak, sehingga masyarakat pada waktu itu tertarik untuk melihat dan mendengarkan musik gamelan dan di dalam prosesi Sekaten ada khutbah tentang Islam yang disampaikan.
Namun menurut cerita versi lainnya, bahwa tradisi arak-arakan yang ada dalam acara Sekaten ini sudah ada sejak zaman Majapahit. Kemudian saat Kerajaan Demak berkuasa maka budaya ini tidak dihilangkan sama sekali tetapi dijadikan sebagai saran untuk menyebarkan agama Islam.
Prosesi Sekaten
Prosesi Sekaten diawali dengan dilakukannya upacara saat malam hari dengan disertai iring-iringan abdi dalem keraton yang membawa gamelan pusaka yaitu gamelan Jawa Kyai Nogowilogo dan Kyai Gunturmadu. Prosesi yang banyak mendapatkan perhatian masyarakat ini dilakukan dari pendapa Ponconiti menuju ke arah Masjid Agung yang berada di alun-alun. Kedua gamelan pusaka ini dimankan disisi berbeda, yaitu di sisi utara dimainkan oleh Gamelan Kyai Nogowilogo, sedangkan disisi selatan Masjid dimainkan Gamelan Kyai Gunturmadu.
Prosesi Grebeg Muludan
Dalam tradisi Sekaten ada salah satu dari rangkaian yang menjadi puncak peringatan Sekaten, yaitu prosesi Grebeg Muludan. Prosesi ini diadakan tepat pada tanggal 12 Rabiul awal dari jam 08.00 sampai 10.00 WIB. Dalam prosesi Grebeg ini ada sebuah gunungan yang terbuat dari beras ketan dengan berbagai makanan lainnya seperti sayur-sayuran, buah-buahan. Gunungan ini di bawa dari keraton menuju Masjid Agung. Tradisi ini memiliki makna kesejahteraan yang harus dibagikan kepada masyarakat sehingga setelah prosesi selesai maka gunungan ini menjadi rebutan banyak masyarakat yang mengikuti dalam acara tersebut.
TARI SAMAN GAYO
sumber : http://abulyatama.ac.id/
Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau, baik pulau yang berukuran kecil maupun besar. Membuat Indonesia kaya dengan budaya yang beragam, mulai dari tarian, lagu alat musik, pakaian adat, makanan, dan lain-lainnya. Nah, salah satu warisan budaya Indonesia yang hingga hari ini tetap dilestarikan adalah Tari Saman Gayo yang berasal dari suku Gayo di Aceh. Keunikan tari Gayo adalah kekompakan dari gerakan penarinya dan suara beserta lagu yang mengiringinya. Tari Saman Gayo tidak hanya populer di dunia, tetapi juga sudah diakui oleh UNESCO.
Sejarah Tari Saman Gayo
Tarian ini asal mulanya diciptakan oleh seorang ulama yang bernama Syekh Saman dari Gayo pada abad ke-14. Tari Saman Gayo ini awalnya dikembangkan dengan tujuan sebagai sarana dakwah Islam. Selain itu tarian ini juga digunakan sebagai sarana menyampaikan pesan. Dalam tarian ini terkandung beberapa nilai seperti keagamaan, pendidikan, sopan santun, kekompakan, kepahlawanan, dan kebersamaan. Tari Saman Gayo biasanya ditampilkan saat acara-acara tertentu saja seperti saat peringatan hari besar agama Islam.
Jumlah Penari Saman Gayo
Tarian ini, sisi unik dan menariknya adalah salah satunya ada pada jumlah penarinya karena kekompakan para penarinya membuat gerakan yang apik untuk ditonton. Awalnya tari Saman Gayo ini hanya boleh dilakukan oleh kaum laki-laki saja dengan jumlah orang penari tidak lebih dari sepuluh orang. Kesepuluh orang ini terbagi menjadi dua tugas, yaitu delapan orang sebagai penari dan dua orang sisanya sebagai pemberi aba-aba.
Namun, saat ini tari Saman Gayo berkembang dan bisa dilakukan oleh kaum perempuan bahkan jumlahnya bisa melebihi dari sepuluh orang. Semakin banyak jumlah penari, maka kekompakan yang dilakukan juga semakin sulit dilakukan sehingga membuat tarian ini menjadi semakin unik. Keunikan tarian Saman Gayo tidak perlu musik dalam mengiringinya, cukup suara tepuk tangan dan tepukan tangan di dada serta tepukan di paha para penarinya saja sebagai penanda dalam tahap-tahapan menarinya.
Tari Saman Gayo Diakui UNESCO
Pengakuan UNESCO pada Tari Saman ini resmi pada tanggal 24 November 2011 sebagai warisan budaya dunia. Jadi tidak sekedar warisan budaya nasional saja tetapi sudah internasional. Pengakuan sebagai warisan budaya dunia berdasarkan syarat yang harus dipenuhi, diantaranya keaslian, keunikan, memiliki nilai-nilai yang bisa diambil oleh seluruh masyarakat, dan memiliki nilai tular ke masyarakat Indonesia secara luas.
WAYANG KULIT
sumber : https://m.merdeka.com/
Wayang Kulit menjadi salah satu sektor pariwisata Indonesia yang mampu mendatangkan banyak turis mancanegara. Di dalam kesenian Wayang Kulit terdapat banyak nilai yang bisa diambil oleh masyarakat luas. Sehingga budaya Wayang Kulit ini juga menjadi salah satu warisan budaya Indonesia yang diakui oleh UNESCO dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan berharga.
Wayang kulit merupakan budaya cukup lengkap yang didalamnya mengandung banyak unsur kesenian lainnya seperti unsur kesenian suara, seni peran, seni tutur, seni musik, seni lukis, seni sastra, seni perlambang, dan seni pahat. Semua unsur seni tersebut sebagai sarana untuk penyampaian pesan, pendidikan, dakwah, filsafat dan hiburan.
Wayang kulit sangat dikenal di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada budaya kesenian wayang kulit sebagai narator semua tokoh-tokoh wayang ini disebut Dalang. Pertunjukan ini dilakukan di balik sebuah layar putih atau kelir dengan disorot lampu listrik, dulu sebelum ada listrik disorot dengan lampu minyak.
Asal Kata Wayang
Kata Wayang memiliki makna atau arti dengan beragam versi. Diantara salah satu makna Wayang adalah kata yang bersumber dari kalimat ‘Ma Hyang’ dengan arti berjalan menuju yang maha tinggi. Versi lain kata Wayang juga memiliki arti bayangan karena dalam pertunjukan ini penonton hanya melihat bayangan saja yang telah di kendalikan oleh sang Dalang.
Cerita Dalam Wayang Kulit
Di dalam pertunjukan Wayang Kulit pada umumnya membawakan cerita dari kisah-kisah Ramayana dan Mahabarata yang sangat kental nilai-nilai budaya Hindu. Namun, ada juga dalam pagelaran Wayang Kulit juga menceritakan tentang Panji atau kisah Jawa Klasik tentang kepahlawanan dan cinta.
Sejarah Wayang Kulit
Sejarah kesenian Wayang Kulit ini menurut pendapat yang kuat berasal dari Tanah Jawa. Karena istilah-istilah yang digunakan di dalam wayang kulit bersumber dari bahasa Jawa seperti Wayang, Kelir, Blencong, Kepyak, Kotak, dan Cempala. Pendapat Wayang Kulit berasal dari Jawa ini dikuatkan dengan kehidupan sosial, budaya, dan agama bangsa Jawa saat itu. Tokoh-tokoh pewayangan yang menguatkan bahwa wayang kulit berasal dari Jawa adalah Semar, Gareng, Petruk dan Bagong yang hanya berasal dari Jawa.
Perkembangan Wayang Kulit
Perkembangan Wayang Kulit dimulai sejak zaman prasejarah, kemudian zaman kekuasaan Hindu-Budha, selanjutnya saat Islam berkuasa, dan saat penjajahan hingga Pasca Kemerdekaan. Perkembangan Wayang Kulit juga bisa dimulai dari kepemilikan Wayang Purwa pertama kali yaitu Sri Jayabaya seorang Raja Kediri yang berkuasa pada tahun 939 M.
Wayang Purwa selanjutnya berkembang menjadi Wayang Beber yang telah dikembangkan oleh Raden Jaka Susuruh pada tahun 1283 M di Majapahit. Wayang Beber terus berkembang dengan ditambahakan bentuk dan corak yang beragam disesuaikan dengan karakternya.
Pada masa pemerintahan Islam, Wayang Beber dianggap bertentangan dengan syariat Islam. Sehingga Raden Patah dan Wali Songo menciptakan Wayang Kulit yang terbuat dari kulit kerbau kemudian diberi warna dasar putih dan pakaiannya diberi warna hitam. Selanjutnya kulit kerbau yang sudah dibentuk ini diberi gapit supaya bisa di tancapkan di pohon pisang.
Jadi asal usul sebenarnya wayang kulit yang terbuat dari kulit binatang ini dimulai pada masa kerajaan Islam di Jawa yang diciptakan oleh Wali Songo sebagai media dakwah atau penyebaran Islam di tanah Jawa. Kemudian wayang kulit ini dikembangkan lagi dengan menambahkan tokoh-tokohnya supaya bisa digunakan dalam menyajikan cerita Ramayana dan Mahabarata.
Di tahun 1556 wayang kulit mengalami kembali perkembangan yang diinisiasi oleh Sultan Pajang atau Joko Tingkir, yaitu dengan memperkecil ukuran wayang sehingga dinamakan Wayang Kidang Kencana. Pada wayang ini perbedaannya ada pada kategori, yang pertama kategori raja dipakaikan mahkota, lalu untuk ksatria dipakaikan gelungan atau dodotan dan diberi senjata panah keris, dll. Pada masa kekuasaan Panembahan Senopati sekitar tahun1586-1601 wayang juga mengalami perkembangan lagi dengan menambahkan garuda, gajah, kuda, dll. Hingga pada masa kemerdekaan, Wayang Kulit Purwa telah diakui sebagai Budaya Nasional.
REOG PONOROGO
sumber : https://vivaneta.co.id/
Reog berasal dari Ponorogo Jawa Timur. Kesenian ini memiliki ciri khas yang unik sehingga mampu mendatangkan banyak pengunjung. Sehingga kesenian Reog ini menjadi salah satu sektor pariwisata di Jawa Timur dan umumnya di Indonesia. Dalam kesenian Reog ini ada beberapa penari yang diidentikkan pada topeng yang dipakaianya. Memang yang paling dikenal adalah yang bertopeng singa berbulu merak. Untuk mengetahui tokoh tokoh dalam kesenian Reog, selengkapnya kami bahas di bawah ini.
Warok
Kata Warok memiliki arti wewarah, maksudnya orang dengan tekad suci yang selalu memberikan tuntunan dan perlindungan. Dalam pertunjukan Reog, pemeran Warok harus memiliki syarat yaitu bisa ilmu bela diri dan ilmu kebatinan. Warok merupakan sifat khas masyarakat Ponorogo.
Jathil
Jathil adalah prajurit berkuda dengan tarian jathilan. Tarian ini menggambarkan ketangkasan dan kepiawaian dari seorang prajurit berkuda. Syarat penari jathilan awalnya laki-laki tampan dengan laku halus dan lembut. Sehingga terlihat gerakannya yang cenderung feminim. Tetapi, sejak di tahun 1980-an peran Jathil ini sering digantikan oleh perempuan.
Bujang Ganong
Bujang Ganong ini adalah Patih Pujangga Anom yang dperankan oleh seorang anak kecil yang memiliki kemampuan bela diri dengan energik dan kocak. Pada umumnya tokoh ini lebih disukai oleh anak-anak.
Klono Sewandono
Klono Sewandono adalah raja sakti dengan pusaka berupa cemeti atau cambuk. Klono Sewandono merupakan tokoh seorang raja yang gagah dan penuh wibawa.
Singo Barong
Singo Barong ini menjadi ikon kesenian Reog Ponorogo, yaitu penari memakai topeng kepala singa berhias bulu-bulu Merak. Uniknya pada topeng ini memiliki berat sekitar 50-60 kg dan cara memakainya dengan cara digigit. Sehingga pemeran ini harus memiliki kekuatan diluar nalar manusia karena sangat mustahil peran ini dilakukan oleh orang awam.
Sejarah Reog
Asal mula Reog berdasarkan cerita rakyat yang mendekati fakta kebenaran adalah reog ini ada sejak masa kerajaan Majapahit yang diperintah oleh raja terakhirnya yaitu Bhre Kertabhumi. Reog ini merupakan sebuah bentuk pemberontakan Ki Ageng Kutu Suryongalam terhadap Bhre Kertabhumi karena raja telah dianggap menyengsarakan rakyatnya.
Kemudian Ki Ageng Kutu Suryongalam meninggalkan majapahit dan mendirikan sebuah perguruan bela diri sampai ia juga menciptakan kesenian Reog ini sebagai bentuk sindiran kepada sang raja. Dalam kesenian ini ia menyimbolkan dirinya sebagai Bujang Ganong dan singo barong sebagai raja. Kemudian jathil sebagi tentara kerajaan yang ia anggap tidak memiliki kekuatan karena dalam tariannya lemah gemulai bagai seorang perempuan.
Akhirnya kesenian ini sangat populer di masyarakat saat itu sehingga menimbulkan murka sang raja. Pada akhirnya perguruan bela diri yang didirikan oleh Ki Ageng Kutu Suryongalam dibubarkan oleh istana. Namun, kesenia Reog tetap dipertunjukkan oleh murid-murid dari Ki Ageng Kutu Suryongalam. Karena kesenian ini sudah mendapatkan tempat di hati rakyat, maka pihak istana membolehkannya dengan catatan ceritanya dirubah.
Sejarah Reog kedua diambil dari kisah Raja Klono Sewandono yang ingin melamar Dewi Sanggalangit dari Kerajaan Kediri dengan mengutus patihnya yaitu Bujang Ganong. Namun, ditengah perjalanan sang patih mendapatkan masalah dengan dihadang oleh singa barong. Singa barong ini sebagai penjaga perbatasan Kerajaan Kediri. Karena sang patih tidak mampu melawan singa barong maka ia kembali dan menceritakannya kepada Raja Klono Sewandono. Akhirnya sang raja ingin bertemu dengan singa barong dan mencambuknya dengan pusaka yang dimilikinya berupa cemeti.
Nah, kekayaan budaya asli dari tanah Jawa ini mari kita sama-sama lestarikan supaya tidak punah dan tidak diklaim sebagai budaya dari negara lain. Sehingga warisan budaya Reog ini segera diakui oleh UNESCO.